konservasi terumbu karang
Nilai ekologi, sosial dan ekonomi terumbu karang yang tinggi menjadi pendukung kesejahteraan masyarakat dan perbaikan kehidupan sosial. Namun demikian, semakin meningkatnya kesadaran mengenai nilai ekonomi terumbu karang maka semakin besar pula pemanfaat sumberdaya tersebut dan akhirnya berujung pada pemanfaatan yang berlebihan. Hal ini menjadikan isu peningkatan ekonomi masyarakat yang berbanding lurus dengan pelestarian alam menjadi menarik untuk dibahas. Konservasi atau upaya untuk melindungi suatu sumber daya tertentu dari pemanfaatan yang berlebihan untuk penggunaan terumbu karang sudah mulai diadakan. Salah satunya adalah membuat daerah lindung pada beberapa perairan tertentu dan membatasi akses manusia terhadap daerah tersebut. Kegiatan transplantasi untuk usaha perdagangan terumbu karang dengan restocking juga sudah diterapkan sebagai mana terumbu karnag merupakan daftar sumber daya yang kuantitas perdagangannya mulai dibatasi (CITES). Kegiatan konservasi terumbu karang yang pernah ada meliputi:
COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management Program)
COREMAP adalah sebuah program yang diprakarsai oleh pemerintah Indonesia untuk melindungi, merehabilitasi dan mengelola pemanfaatan terumbu karang secara lestari yang akhirnya berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. Pelaksanaan COREMAP dibagi menjadi tiga tahapan yang meliputi: tahapan I, tahap Inisiasi (1998-2004) untuk menetapkan landasan kerangka kerja sistem nasional terumbu karang; tahapan II, tahap desentralisasi dan akselerasi (2004-2009) untuk menetapkan sistem pengelolaan terumbu karang yang andal di daerah-daerah prioritas; dan tahapan III, tahap pelembagaan (2010-2015) untuk menetapkan sistem pengelolaan terumbu karang yang andal dan operasional dengan pelasanaan terdesentralisasi dan telah melembaga. Tujuan pelaksanaan program COREMAP meliputi:
a. Menjamin konservasi keanekaragaman hayati dan pengelolaan ekosistem terumbu karang serta sumberdaya yang terkait secara kesinambungan.
b. Memperkuat kapasitas masyarakat dan institusi lokal untuk mengelola ekosistem dan sumberdaya terumbu karang.
c. Menurunkan angka kemiskinan di kalangan masyarakat pesisir.
Program dengan motto “Terumbu Karang Sehat, Ikan Berlimpah” ini mendapat mendanaan dari Bank Dunia sebanyak 7,5 juta dollar yang berupa bantuan dan sebanyak 56,2 juta dollar yang berupa pinjaman. Selain Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB) juga telah menyediakan dana sebesar 8,27 juta dollar untuk membantu pelaksanaan kegiatan ini. Program COREMAP dilaksanakan di beberapa wilayah Indonesia Barat dan Timur. Indonesia bagian barat meliputi Kota Batam (Kepulauan Riau), Bintan (Kepulauan Riau), Natuna (Riau), Nias (Sumatra Utara), Tapanuli Tengah (Sumatra Utara) dan Mentawai (Sumatra Barat) yang keseluruhan program mendapat pendanaan dari ADB. Sedangkan Indonesia bagian timur meliputi Selayar (Sulawesi Selatan), Pangkajene (Sulawesi Selatan), Buton (Sulawesi Tenggara), Sikka (Nusa Tenggara Timur), Biak (Papua), dan Kabupaten Raja Ampat (Papua) yang programnya didanai oleh Bank Dunia.
Pelaksanaan COREMAP memiliki perbedaan di setiap wilayah sesuai dengan potensi daerah masing-masing. Program yang dilaksanakan di masing-masing daerah merujuk pada kelima komponen COREMAP yang meliputi : (1) PA (Public Awareness)–penyadaran masyarakat, (2) CBM (Community Base Management)– pengelolaan berbasis masyarakat, (3) MCS (Monitoring, Controling and Surveilance), (4) MCA (Marine Conservation Area), dan (5) CRITK (Coral Reef Information and Training Center). Program penyadaran masyarakat (PA) hampir sama disemua wilayah, yaitu dengan sosialisasi masyarakat tentang peran dan pentingnya terumbu karang bagi penunjang ekologi dan ekonomi serta pembuatan leaflet dan poster sebagai media penyuluhan. Program MCS dan MCA yang dilakukan yaitu membentuk Pokmaswas sebagai kelompok masyarakat yang bertugas untuk mengawasi kegiatan penangkapan ikan dari adanya illegal fishing dan melarang penangkapan ikan di daerah DPL (Daerah Perlindungan Laut). Program CRITK yang dilakukan yaitu dengan mendirikan Pondok Informasi sebagai sarana yang menyediakan segala jenis informasi yang dibutuhkan masyarakat untuk mengetahui peran dan fungsi serta pemanfaatan terumbu karang yang baik dan lestari. Selain itu penelitian juga dilakukan untuk melihat seberapa besar manfaat program COREMAP bagi masyarakat dan lingkungan. Program CMB dan program lain dilakukan sesuai dengan kesepakatan pada penyusunan RPTK maupun berdasarkan potensi wilayah yang ada.
Untuk mendapat informasi lengkap mengenai COREMAP, silahkan kunjungi situs http://www.coremap.or.id/
Transplantasi Terumbu karang
Kegiatan transplantasi terumbu karang dimaksudkan untuk mengurangi pengambilan karang ilegal di alam dengan cara membudidayakannya. Secara umum metode transplantasi adalah menggunakan teknik propagas atau perbanyakan dari koloni indukan dengan melakukan stek/pemotongan pada cabang karang untuk digunakan sebagai bibit karang yang akan ditanam. Adapun pelaksanaannya meliputi :
1. Penanaman
Penanaman dilakukan di lokasi penangkaran di Pantai Serangan yang terdiri atas beberapa pelaksanaan kegiatan meliputi :
a. Penyediaan alat dan bahan
Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk transplantasi karang meliputi meja transplantasi, rak transplantasi, substrat, dempul, semen, keranjang dan alat pemotong (tang). Meja transplantasi dipasang di dasar laut dengan pertimbangan lokasi pasang surut air laut dan satu meja umumnya akan memuat satu jenis karang transplantasi. Sedangkan substrat dibuat dari campuran pasir dan semen yang dikeringkan. Bentuknya dibuat berlubang dibagian tengah untuk peletakan karang yang akan ditransplantasi.
b. Pemotongan/stek
Pemotongan karang indukan menjadi anakan (F1) dilakukan di lokasi penangkaran. Umumnya setiap 3-4 bulan cabang satu indukan bisa dipotong 5-6 kali sehingga menghasilkan anakan berjumlah 5 atau 6.
c. Pemasangan tanda (tagging)
Tagging dipasang berdampingan dengan karang anakan (F1) sehingga merekat pada substrat disamping karang. Penandaan ini mengikuti aturan yang telah diberikan Balai Konservasi Sumberdaya Alam Bali yang telah ditentukan dalam undang-undang usaha transplantasi karang sebelumnya.
d. Pemasangan bibit pada base (substrat buatan)
Anakan (F1) yang telah didapat kemudian dibawa ke daratan untuk ditanamkan dalam base (substrat buatan). Campuran dempul dan semen digunakan sebagai perekat agar karang menempel pada substrat.
e. Pemasangan spesimen pada rak dan meja transplantasi
2. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan dilakukan di lokasi penangkaran dilakukan terhadap seluruh karang yang ditransplantasikan mulai dari indukan maupun anakan. Pemeliharaan dilakukan dengan membersihkan karang dari kotoran (suspense, pasir), tumbuhan pengganggu, kompetitor, predator, dan bahan-bahan penempel lainnya yang dapat mengganggu kesehatan, perkembangan dan kualitas karang.
3. Pemanenan
Pemanenan hasil transplatasi dilakukan setelah karang berumur 3 sampai 8 bulan tergantung dengan jenis karang. Ukuran karang yang dipanen berkisar antara panjang 7-12 cm. Ukuran karang S berumur 2-3 bulan, M berumur 3-5 bulan, L berumur lebih dari 6 bulan. Terkadang pemanenan karang tergantung pada ukuran anakan (F1) yang diambil dari indukan. Saat pemotongan anakan ukurannya sudah besar, maka karang dapat dipanen hanya dalam jangka waktu kurang dari 3 bulan.
Restocking Terumbu Karang
Restocking terumbu karang biasanya dilakukan oleh perusahaan pengekpor terumbu karang. Sebagai langkah konservasi dan menjaga stabilitas ekosisitem karang alami di lokasi penangkaran, perusahan melakukan restoking karang. Restoking karang adalah penambahan stok karang ke suatu perairan yang bertujuan untuk menambah tutupan karang agar sumberdaya laut (terumbu karang) tidak habis karena pemanfaatan oleh manusia. Restoking karang merupakan bagian dari konservasi yang dilakukan dengan cara mengembalikan karang hasil transplantasi ke laut sekitar penangkaran. Karang untuk restoking berasal dari kurang lebih 5-10% total produksi karang dan sisa ekspor karang yang sudah dipanen. Jumlah dan jenis karang yang direstoking sesuai dengan BAP Restoking karang hasil transplantasi yang dikeluarkan BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam).
COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management Program)
COREMAP adalah sebuah program yang diprakarsai oleh pemerintah Indonesia untuk melindungi, merehabilitasi dan mengelola pemanfaatan terumbu karang secara lestari yang akhirnya berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. Pelaksanaan COREMAP dibagi menjadi tiga tahapan yang meliputi: tahapan I, tahap Inisiasi (1998-2004) untuk menetapkan landasan kerangka kerja sistem nasional terumbu karang; tahapan II, tahap desentralisasi dan akselerasi (2004-2009) untuk menetapkan sistem pengelolaan terumbu karang yang andal di daerah-daerah prioritas; dan tahapan III, tahap pelembagaan (2010-2015) untuk menetapkan sistem pengelolaan terumbu karang yang andal dan operasional dengan pelasanaan terdesentralisasi dan telah melembaga. Tujuan pelaksanaan program COREMAP meliputi:
a. Menjamin konservasi keanekaragaman hayati dan pengelolaan ekosistem terumbu karang serta sumberdaya yang terkait secara kesinambungan.
b. Memperkuat kapasitas masyarakat dan institusi lokal untuk mengelola ekosistem dan sumberdaya terumbu karang.
c. Menurunkan angka kemiskinan di kalangan masyarakat pesisir.
Program dengan motto “Terumbu Karang Sehat, Ikan Berlimpah” ini mendapat mendanaan dari Bank Dunia sebanyak 7,5 juta dollar yang berupa bantuan dan sebanyak 56,2 juta dollar yang berupa pinjaman. Selain Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB) juga telah menyediakan dana sebesar 8,27 juta dollar untuk membantu pelaksanaan kegiatan ini. Program COREMAP dilaksanakan di beberapa wilayah Indonesia Barat dan Timur. Indonesia bagian barat meliputi Kota Batam (Kepulauan Riau), Bintan (Kepulauan Riau), Natuna (Riau), Nias (Sumatra Utara), Tapanuli Tengah (Sumatra Utara) dan Mentawai (Sumatra Barat) yang keseluruhan program mendapat pendanaan dari ADB. Sedangkan Indonesia bagian timur meliputi Selayar (Sulawesi Selatan), Pangkajene (Sulawesi Selatan), Buton (Sulawesi Tenggara), Sikka (Nusa Tenggara Timur), Biak (Papua), dan Kabupaten Raja Ampat (Papua) yang programnya didanai oleh Bank Dunia.
Pelaksanaan COREMAP memiliki perbedaan di setiap wilayah sesuai dengan potensi daerah masing-masing. Program yang dilaksanakan di masing-masing daerah merujuk pada kelima komponen COREMAP yang meliputi : (1) PA (Public Awareness)–penyadaran masyarakat, (2) CBM (Community Base Management)– pengelolaan berbasis masyarakat, (3) MCS (Monitoring, Controling and Surveilance), (4) MCA (Marine Conservation Area), dan (5) CRITK (Coral Reef Information and Training Center). Program penyadaran masyarakat (PA) hampir sama disemua wilayah, yaitu dengan sosialisasi masyarakat tentang peran dan pentingnya terumbu karang bagi penunjang ekologi dan ekonomi serta pembuatan leaflet dan poster sebagai media penyuluhan. Program MCS dan MCA yang dilakukan yaitu membentuk Pokmaswas sebagai kelompok masyarakat yang bertugas untuk mengawasi kegiatan penangkapan ikan dari adanya illegal fishing dan melarang penangkapan ikan di daerah DPL (Daerah Perlindungan Laut). Program CRITK yang dilakukan yaitu dengan mendirikan Pondok Informasi sebagai sarana yang menyediakan segala jenis informasi yang dibutuhkan masyarakat untuk mengetahui peran dan fungsi serta pemanfaatan terumbu karang yang baik dan lestari. Selain itu penelitian juga dilakukan untuk melihat seberapa besar manfaat program COREMAP bagi masyarakat dan lingkungan. Program CMB dan program lain dilakukan sesuai dengan kesepakatan pada penyusunan RPTK maupun berdasarkan potensi wilayah yang ada.
Untuk mendapat informasi lengkap mengenai COREMAP, silahkan kunjungi situs http://www.coremap.or.id/
Transplantasi Terumbu karang
Kegiatan transplantasi terumbu karang dimaksudkan untuk mengurangi pengambilan karang ilegal di alam dengan cara membudidayakannya. Secara umum metode transplantasi adalah menggunakan teknik propagas atau perbanyakan dari koloni indukan dengan melakukan stek/pemotongan pada cabang karang untuk digunakan sebagai bibit karang yang akan ditanam. Adapun pelaksanaannya meliputi :
1. Penanaman
Penanaman dilakukan di lokasi penangkaran di Pantai Serangan yang terdiri atas beberapa pelaksanaan kegiatan meliputi :
a. Penyediaan alat dan bahan
Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk transplantasi karang meliputi meja transplantasi, rak transplantasi, substrat, dempul, semen, keranjang dan alat pemotong (tang). Meja transplantasi dipasang di dasar laut dengan pertimbangan lokasi pasang surut air laut dan satu meja umumnya akan memuat satu jenis karang transplantasi. Sedangkan substrat dibuat dari campuran pasir dan semen yang dikeringkan. Bentuknya dibuat berlubang dibagian tengah untuk peletakan karang yang akan ditransplantasi.
b. Pemotongan/stek
Pemotongan karang indukan menjadi anakan (F1) dilakukan di lokasi penangkaran. Umumnya setiap 3-4 bulan cabang satu indukan bisa dipotong 5-6 kali sehingga menghasilkan anakan berjumlah 5 atau 6.
c. Pemasangan tanda (tagging)
Tagging dipasang berdampingan dengan karang anakan (F1) sehingga merekat pada substrat disamping karang. Penandaan ini mengikuti aturan yang telah diberikan Balai Konservasi Sumberdaya Alam Bali yang telah ditentukan dalam undang-undang usaha transplantasi karang sebelumnya.
d. Pemasangan bibit pada base (substrat buatan)
Anakan (F1) yang telah didapat kemudian dibawa ke daratan untuk ditanamkan dalam base (substrat buatan). Campuran dempul dan semen digunakan sebagai perekat agar karang menempel pada substrat.
e. Pemasangan spesimen pada rak dan meja transplantasi
2. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan dilakukan di lokasi penangkaran dilakukan terhadap seluruh karang yang ditransplantasikan mulai dari indukan maupun anakan. Pemeliharaan dilakukan dengan membersihkan karang dari kotoran (suspense, pasir), tumbuhan pengganggu, kompetitor, predator, dan bahan-bahan penempel lainnya yang dapat mengganggu kesehatan, perkembangan dan kualitas karang.
3. Pemanenan
Pemanenan hasil transplatasi dilakukan setelah karang berumur 3 sampai 8 bulan tergantung dengan jenis karang. Ukuran karang yang dipanen berkisar antara panjang 7-12 cm. Ukuran karang S berumur 2-3 bulan, M berumur 3-5 bulan, L berumur lebih dari 6 bulan. Terkadang pemanenan karang tergantung pada ukuran anakan (F1) yang diambil dari indukan. Saat pemotongan anakan ukurannya sudah besar, maka karang dapat dipanen hanya dalam jangka waktu kurang dari 3 bulan.
Restocking Terumbu Karang
Restocking terumbu karang biasanya dilakukan oleh perusahaan pengekpor terumbu karang. Sebagai langkah konservasi dan menjaga stabilitas ekosisitem karang alami di lokasi penangkaran, perusahan melakukan restoking karang. Restoking karang adalah penambahan stok karang ke suatu perairan yang bertujuan untuk menambah tutupan karang agar sumberdaya laut (terumbu karang) tidak habis karena pemanfaatan oleh manusia. Restoking karang merupakan bagian dari konservasi yang dilakukan dengan cara mengembalikan karang hasil transplantasi ke laut sekitar penangkaran. Karang untuk restoking berasal dari kurang lebih 5-10% total produksi karang dan sisa ekspor karang yang sudah dipanen. Jumlah dan jenis karang yang direstoking sesuai dengan BAP Restoking karang hasil transplantasi yang dikeluarkan BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam).